Tembang Mahakam: Nyanyian Sungai Khatulistiwa

Mahakam, o, mahakam. Kutuliskan semua rasa yang menggelora itu di sini. Di antara riak gelombangmu yang tak pernah bosan kutatap berlama-lama. Ijinkan sajak-sajak ini terus kudendangkan, bersama angin dan kapal yang lewat.

Sunday, July 03, 2005

OPERA SEPERTIGA MALAM

Oleh: Y. Wibisono

lelaki yang menghela nafas panjang
bahkan sejak malam masih berwarna senja

"kau hanya mencintai rasa cintamu untukku
dan itu sama sekali bukan tentang aku
itu rasa, bukan aku!
dan hanya untuk rasa itulah
kau perlu aku ada di sini"

lelaki itu tak melirik, diambilnya sebatang
kretek dan sejenak kemudian dia telah tenggelam
dalam lingkaran asap yang berputar

"dan katakanlah, lelakiku
adakah, adakah lukisan tubuhku
dalam birahimu?
pentingkah aku dalam tubuh itu
bagimu?"

lelaki itu tak berkedip
asap yang bergulung telah menjelma
lukisan pesta yang tak abadi

"barangkali aku kering bagimu,
dan kau muak karenanya
tapi aku takkan pernah berdandan
seperti topeng perempuan malam
di pinggir tepian mahakam, yang tariannya
telah mengisi dengusmu"

lelaki itu suram, jari tangannya
mengetuk kaki meja berulang kali

"esok, sebelum mentari ada
aku pergi! itu akan melegakanmu
jangan pandangi dia, tak sebanding denganmu
dia tak cinta aku, cinta dalam perspektifmu
dia hanya berusaha ada dalam nafasku,
demikianpun aku!"

lelaki itu tersungkur
sinar rembulan menguak jendela
malam menyisakan seonggok puntung rokok
dan foto pernikahan usang

Samarinda, 3 Juli 2005