Tembang Mahakam: Nyanyian Sungai Khatulistiwa

Mahakam, o, mahakam. Kutuliskan semua rasa yang menggelora itu di sini. Di antara riak gelombangmu yang tak pernah bosan kutatap berlama-lama. Ijinkan sajak-sajak ini terus kudendangkan, bersama angin dan kapal yang lewat.

Thursday, December 23, 2004

PEREMPUAN JEMBATAN

Oleh: Y. Wibisono

dia selalu mencium bau hyena
pada setiap aroma tubuh lelaki
maka selalu ditutupnyalah segala hal yang indah
ketika makhluk itu ada di sekitarnya
dengan dengkingan-dengkingan
yang memuakkan juga mengirim kengerian

ketika malam tak selalu ramah
maka mimpinya adalah memanah seekor hyena
lalu mengirisnya tipis-tipis
memanggangnya dengan nyala dendam
dan menjajakannya di tepian jembatan

perempuan itu sedang memaki rembulan
ketika arakan mega tak lagi menutup rimbun beringin
tempat ia memasang perangkap mangsanya
:seekor hyena tua, yang terhuyung
dengan ekor yang terkulai

ah, perempuan ini menantang malam
ia yang tak butuh cermin untuk berdandan
sebab hyena hanya gemar bangkai
dan aroma kebusukan

bahkan, akupun hyena di matanya
meski sesungguhnya tatapku adalah iba
dan segera matanya berkilat
diraihnya anak panah berkarat
dan membidik lurus-lurus
padaku!

Samarinda, 23 Desember 2004

Catatan:
"sejenis anjing afrika, spesialis pemakan bangkai
bentuknya unik dengan bulu agak bertotol hitam kusam
suka mendengking dengan irama yang menyayat
sering di-indonesiakan dengan istilah anjing buduk"

lalu, di hari ibu itu
ketika semua orang mencipta puisi seharum melati untuk ibunda
aku masih melihat sosok itu
perempuan malam, di sudut jembatan
barangkali ia telah mengisi malam dengan tangis panjang yang tak disuarakan
barangkali ia telah mengurung dendam bertahun-tahun
dan segenap geramnya adalah pada lelaki yang telah mencabiknya
persis seperti hyena yang mengoyak tubuh rusa
dan hari ibu itu,
barangkali tak sempat juga dinikmatinya