Tembang Mahakam: Nyanyian Sungai Khatulistiwa

Mahakam, o, mahakam. Kutuliskan semua rasa yang menggelora itu di sini. Di antara riak gelombangmu yang tak pernah bosan kutatap berlama-lama. Ijinkan sajak-sajak ini terus kudendangkan, bersama angin dan kapal yang lewat.

Friday, August 11, 2006

EGA

Oleh: Y. Wibisono

Dengan seolah bersungguh, pria
itu berbisik kepadamu:
"Telah aku taruh sepotong sajak,
di salah satu sudut meja. Pada
bagian yang paling rahasia. Adakah
kau temukan?"

Kau boleh tersipu, tapi tak perlu
takut. Ia hanya pria, Ga. Seorang
pria, yang bersenandung tentang
hasrat purba.

Ia membayangkan, dalam kilau cahaya,
dan alun melodi bossas, menulis puisi
di atas kulit tubuhmu.

Tak usah malu untuk tertawa. Kau
bayangkan, seorang pria akan
mengaduh terjengkang, tergelincir
kulit betismu.

Adakah di hatimu banyak warna? Seperti
warna-warna bola yang kau susun dalam
bentuk segitiga, sesaat sebelum pukulan
spot pertama membuatnya berantakan?

Ia hanya pria, Ga. Yang pasti akan pulang
ketika malam benar-benar menjadi gelap.
Tetap saja ia masih mengganggumu:
"Masih maukah kau berlelah mencari
potongan sajak yang lain? Aku menaruhnya
di antara 15 bola di atas meja."

Ah, ia hanya pria. Masih juga kau pedulikan.
Dan ketika kau sadar, kau akan dapati
:Pria itu ternyata selalu menulis potongan
sajak di bola nomor delapan!

Samarinda, 11/08/2006

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home