Tembang Mahakam: Nyanyian Sungai Khatulistiwa

Mahakam, o, mahakam. Kutuliskan semua rasa yang menggelora itu di sini. Di antara riak gelombangmu yang tak pernah bosan kutatap berlama-lama. Ijinkan sajak-sajak ini terus kudendangkan, bersama angin dan kapal yang lewat.

Wednesday, August 16, 2006

GADIS YANG MENULIS PUISI

Oleh: Y. Wibisono
:untuk hadiah ultah Maulin

Gadis yang berdiri di
simpang usia itu, sangat
ingin membenci waktu.
Baginya, waktu hanya seperti
angin, sahabatnya yang lain.
Tak pernah benar-benar di
sisinya, terus mengalir dan
hanya menyisakan peristiwa-
peristiwa yang harus dikenang.

Ketika ia akhirnya sampai
di simpang ke-19, ia berkata
pada masa remajanya: "Maukah
kau untuk terus bersamaku?"

Masa remaja itu cukup bijak.
Ia sudah cukup banyak bertemu
dengan gadis-gadis yang selalu
menangisi perpisahan.

"Kita tak pernah berpisah, wahai
bunga yang berseri. Aku akan ada
di satu ruang rahasia di hatimu.
Akan ada setiap kau merinduku."

Tetap saja gadis itu bersedih.
Angin yang tak tega menyaksikan,
memetik setangkai daun seroja
dan membawa ke pangkuannya.

"Tulislah puisi di daun ini", kata
angin," tentang matahari saja.
Ia tak pernah berubah. Bukankah
sejak kecil kau punya matahari
yang sama?"

Gadis itu tersenyum berbinar. Sejak
itu ia tahu, ia bisa bermanja dengan
seluruh masa lalunya, dengan menulis
puisi.

Samarinda, 16/08/2006

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home