Tembang Mahakam: Nyanyian Sungai Khatulistiwa

Mahakam, o, mahakam. Kutuliskan semua rasa yang menggelora itu di sini. Di antara riak gelombangmu yang tak pernah bosan kutatap berlama-lama. Ijinkan sajak-sajak ini terus kudendangkan, bersama angin dan kapal yang lewat.

Tuesday, May 18, 2004

SEBUAH PESAN

(untuk Bramantyo Wibisono)
Oleh: Y. Wibisono

pagi ini kau kejutkan kami semua
kau berdiri! meski tanganmu masih lekat di meja
tak lagi kau merayap, merangkak dan berguling
mengelilingi dunia tumbuhmu
sebentar lagi tinggalkan meja itu nak
juga tinggalkan sebentar tangan mamamu
cobalah melangkah, dengan kaki sendiri
meski berat tapi banggalah
kau lelaki berjalan dengan kaki sendiri!

kelak,
tak usah bercita jadi politikus
kalau hanya pandai berkicau dan jualan janji
tak perlu juga bercita jadi pengacara, jaksa apalagi hakim
kalau bisanya hanya berdagang keadilan
tak perlu juga bercita jadi wartawan
kalau hanya pandai menjual fakta untuk sebuah amplop
juga tak perlu bercita jadi polisi juga tentara
kalau kerjanya tak lebih dari preman pasar pagi

jika terpaksa nak, dan kau tak bisa mengelak
jalanilah dengan nurani, nurani dan nurani
sebab bangsa ini telah lama tak punya nurani

jangan pernah takut menentang arus
sebab jika kau sendirian dalam kebenaran
maka Tuhanlah di sebelahmu

telah kami tiupkan cinta pada tiap helai rambutmu
agar kelak kau pun bisa cinta sesama
telah pula kami tiupkan doa di pembuluh darahmu
agar kelak kau tak pernah lupa pada Ilahi

jika kau bertanya mesti bercita apa
maka, bercitalah jadi lelaki
yang sebenar-benarnya lelaki!

Samarinda, 17 Mei 2004

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home