Tembang Mahakam: Nyanyian Sungai Khatulistiwa

Mahakam, o, mahakam. Kutuliskan semua rasa yang menggelora itu di sini. Di antara riak gelombangmu yang tak pernah bosan kutatap berlama-lama. Ijinkan sajak-sajak ini terus kudendangkan, bersama angin dan kapal yang lewat.

Friday, June 23, 2006

RINDU PEREMPUANKU

Oleh: Y Wibisono

Subuh ini aku telanjang terkapar
sepi, terasing rasa. Gerimis dingin
berlomba menampar, menyeret.
Lalu menggantung sangkut
anganku di paku tiang jemuran.

Maka, perempuanku. Sebenarnya
aku tak pernah bisa menghapusnya.
Bagai duri menikam, mengiris.
Menghantam lempar aku lelaki
pengecut. Dalam wajah bertopeng
sesal. Merunduk, mengais-ngais
jejak alasan yang telah luntur
disaput gerimis.

Sembilan tahun, perempuanku.
Tak kusanggup untuk tak
berubah rupa. Jalan-jalan batu
berlumut. Tamparan ranting
Eucalyptus. Tanah merah, rimba
perawan. Melukisi aku, darahku
bagai pematung memahati uratku.

Subuh ini aku telanjang terkapar.
Gerimis membawa airmata
kerontang. Dan ketika fajar
lembayung membanguniku,
memancang layar di ufuk timur
kau lihatlah:
Aku berlengan keriput. Menyentuh
lututmu dalam sendiri dan berucap,
maafkan aku untuk malam itu!

Samarinda, Januari 2004